Selasa, 29 Mei 2012

HALLYU MAMPU MENGIKIS RASA NASIONALISME GENERASI MUDA INDONESIA

Tahun 2011 dan 2012 ini merupakan tahun keberuntungan bagi para penggemar Korea, atau yang lebih akrab disebut dengan K-pop. Sedangkan hallyu sendiri merupakan julukan artis korea yang lebih tepatnya artis yang menyanyikan lagu – lagu ala K-pop an. Namun ada teori lain yang mengatakan bahwa hallyu adalah ‘’badai’’ masuknya budaya – budaya korea di Indonesia. Walaupun teori ini lemah, namun ketika kita kritisi lagi jika masuknya budaya – budaya Korea ke Indonesia ini di sebut dengan Hallyu yang berarti ‘’badai’’, memungkinkan banyak unsur negatif dari hadirnya budaya ala K-pop yang sekarang ini lagi naik daun dikalangan remaja Indonesia.
Banyaknya kunjungan – kunjungan para Hallyu di Indonesia yang semakin berkibar di tahun 2011 hingga dewasa ini, mengakibatkan para remaja di Indonesia seakan di manjakan untuk dapat bertemu dengan bintang pujaannya para artis Korea, baik itu para pemain drama Korea maupun para boyband – girlband korea. Sebut saja pada akhir tahun 2011 kemarin para ‘’Hottest” (sebutan bagi mereka fans 2PM) dimanjakan dengan konser 2PM yang diadakan di Mangga 2 Square. Disusul dengan datangnya sempalan dari boyband Super Junior yaitu Han Geng, juga turut meramaikan para bintang Korea yang berkunjung di Indonesia. Tidak hanya itu pada awal tahun 2012 pun banyak para Hallyu yang menginjakan kakinya di bumi pertiwi ini. Baru – baru ini yang masih hangat – hangatnya adalah kedatangan boyband korea yang memiliki penggemar di pelosok dunia ini yaitu Super Junior. Konser Super Junior yang diadakan di Ancol pun mampu menyita perhatian hampir 80% para remaja putri Indonesia. Mereka tak menyadari bahwa mereka telah terhipnotis akan pesona para bintang Hallyu pujaan mereka.
Semakin berkibarnya demam K-pop di Indonesia mengakibatkanpara remaja – remaja tidak lagi mampu menghargai apa yang ada di tanah air kita ini. Tidak hanya remaj biasa saja yang terjangkit demam K-pop, bahkan para artis – artis muda Indonesia pun tak mau ketinggalan. Mereka banyak membuat boyband – girlband ala korea. Hingga dewasa ini jumlah boyband – girlband di Indonesia sudah tidak terhitung. Ditambah lagi ada program pencarian bakat ala korea. Jika kita telaah lebih mendalam, sebenarnya dimana letak jati diri kita sebagai bangsa Indonesia ??? dimana ke Nasionalisan kita sebagai bangsa Indonesia ??? Hal ini sungguh sangat miris dan memprihatinkan. Para remaja muda – mudi Indonesia yang seharusnya menjadi pengisi kemerdekaan bangsa ini, sekarang malah asyik terlena akan pesona bintang Hallyu pujaan mereka. Sampai – sampi gaya pakaian cara bicara mereka menggunakan cara – cara dan kata – kata korea. Apakah sebegitu mudahnya kita melupakan beliau – beliau para pahlawan yang berjuang mati – matian untuk bangsa kita ini.
Sebaiknya kita bisa memilah – milah mana yang baik dan mana yang jelek. Okelah kita terjangkit demam K-pop, tapi jangan sampai kita melupakan tradisi dan warisan budaya bangsa kita. Dan saya berharap kelak tidak hanya K-pop saja yang mampu mewabah di dunia, tapi juga I-pop mampu mewabah di seluruh penjuru dunia. Jangan bangga dengan budaya bangsa lain banggalah dengan budaya kita sendiri. Kalau tidak kita yang mlestarikan warisan leluhur, siapa lagi coba ???

Jumat, 11 Mei 2012

Macapat Sebagai Sarana Pembentukan Peserta Didik di Kabupaten Klaten


MACAPAT SEBAGAI SARANA PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK di KABUPATEN KLATEN

Abstrak : Macapat merupakan salah satu kesenian yang populer di Nusantara, termasuk di Jawa Tengah. Macapat sendiri berasal dari kata ‘’mocone papat papat’’ ( membacanya empat empat), yang berarti cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Didalam macapat tercermin suatu nilai luhur warisan budaya yang sangat tinggi. Di era globalisasi ini penurunan moral peserta didik telah tampak jelas. Sehingga dengan dijadikannya macapat sebagai muatan lokal di sekolah sejak jenjang dasar, baik itu sekolah negeri maupun swasta. Diharapkan mampu menanggulangi pengikisan moral yang terjadi di era globalisasi ini.
Kata Kunci : Macapat, Budaya, Moral

Macapat merupakan salah satu kesenian yang populer di Nusantara, termasuk di Jawa Tengah. Macapat sendiri berasal dari kata ‘’mocone papat papat’’ ( membacanya empat empat), yang berarti cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya juga masih ada. arti lainnya ialah bahwa -pat merujuk kepada jumlah tanda diakritis (sandhangan) dalam aksara Jawa yang relevan dalam penembangan macapat. Macapat itu mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu.
Di Jawa Tengah macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga. Kemudian menurut Serat Mardawalagu, yang dikarang oleh Ranggawarsita, macapat merupakan singkatan dari frasa maca-pat-lagu yang artinya ialah "melagukan nada keempat". Selain maca-pat-lagu, masih ada lagi maca-sa-lagu, maca-ro-lagu dan maca-tri-lagu. Konon maca-sa termasuk kategori tertua dan diciptakan oleh para Dewa dan diturunkan kepada pandita Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kediri. Ternyata ini termasuk kategori yang sekarang disebut dengan nama tembang gedhé. Maca-ro termasuk tipe tembang gedhé di mana jumlah bait per pupuh bisa kurang dari empat sementara jumlah sukukata dalam setiap bait tidak selalu sama dan diciptakan oleh Yogiswara.


Maca-tri atau kategori yang ketiga adalah tembang tengahan yang konon diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita istana Janggala dan disempurnakan oleh Pangeran Panji Inokartapati dan saudaranya. Dan akhirnya, macapat atau tembang cilik diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali.
Sejarah Macapat dan Perkembangannya
Secara umum diperkirakan bahwa macapat muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, yang diperkirakan antara akhir abad XVI  dan awal abad XIX Masehi atau bahkan pada zaman Kartasuro  atau zaman Mataraman, yakni abad XVII.
Sementara itu mengenai usia macapat, terutama hubungannya dengan kakawin, mana yang lebih tua, terdapat dua pendapat yang berbeda. Prijohoetomo berpendapat bahwa macapat merupakan turunan kakawin dengan tembang gedhé sebagai perantara. Pendapat ini disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut kedua pakar ini macapat sebagai metrum puisi asli Jawa lebih tua usianya daripada kakawin. Maka macapat baru muncul setelah pengaruh India semakin pudar.
Macapat sendiri dijadikan sebagai salah satu alat untuk menyebarkan agama Islam. Hal ini terlihat dari filosofi masing masing tembang macapat yang merupakan penggambaran dari perjalanan hidup manusia, tahap-tahap kehidupan manusia dari mulai alam ruh sampai dengan meninggalnya, tentu hal ini sesuai dengan ajaran Al Qur’an.
Sampai sekarang macapat sendiri masih dikembangkan dengan cara dijadikan sebagai muatan lokal sekolah dan ekstra kurikuler di wilayah Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
Penamaan Metrum Macapat dan Makna Macapat pada Kehidupan Manusia
Dalam beberapa teori sastra jawa terdapat nama-nama jenis tembang macapat, kadang didapati bahwa jumlah metrumnya tidak sama. Perbedaan jumlah itu berkaitan dengan dimasukannya beberapa tembang tengahan dan tembang gede ke tembang macapat. Namun demikian nama metrum macapat sesuai dengan jenis tembangnya terdiri dari, Pucung, Mijil, durma, Kinanthi, Asmaradhana, Pangkur, Sinom, Gambuh, Balabak, Jurudemung, Wirangrong dan Girisa. Penamaan kelimabelas metrum macapat di jabarkan oleh Laginem. Adapun pemaparannya adalah sebagai berikut.
            A). Pangkur berasal dari nama punggawa dalam kalangan kependetaan seperti tercantum dalam piagam-piagam berbahasa jawa kuno. Dalam Serat Purwaukara, Pangkur diberiarti buntut atau ekor. Oleh karena itu Pangkur kadang-kadang diberi sasmita atau isyarat tut pungkur berarti mengekor dan tut wuntat berarti mengikuti.
            B). Maskumambang berasal dari kata mas dan kumambang. Mas dari kata Premas yaitu punggawa dalam upacara Shaministis. Kumambang dari kata Kambang dengan sisipan – um. Kambang dari kata Ka- dan Ambang. Kambangselain berarti terapung, juga berarti Kamwang atau kembang. Ambang ada kaitannya dengan Ambangse yang berarti menembang atau mengidung. Dengan demikian, Maskumambang dapat diberi arti punggawa yang melaksanakan upacara Shamanistis, mengucap mantra atau lafal dengan menembang disertai sajian bunga. Dalam Serat Purwaukara, Maskumambang diberi arti Ulam Toya yang berari ikan air tawar, sehingga kadang-kadang di isyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.
            C). Sinom ada hubungannya dengan kata Sinoman, yaitu perkumpulan para pemuda untuk membantu orang punya hajat. Pendapat lain menyatakan bahwa Sinom ada kaitannya dengan upacara-upacara bagi anak-anak muda zaman dahulu. Dalam Serat Purwaukara, Sinom diberi arti seskaring rambut yang berarti anak rambut. Selain itu, Sinom juga diartikan daun muda sehingga kadang-kadang diberi isyarat dengan lukisan daun muda.
            D). Asmaradana berasal dari kata Asmara dan Dhana. Asmara adalah nama dewa percintaan. Dhana berasal dari kata Dahana yang berarti api. Nama Asmaradana berkaitan denga peristiwa hangusnya dewa Asmara oleh sorot mata ketiga dewa Siwa seperti disebutkan dalam kakawin Smaradhana karya Mpu Darmaja. Dalam Serat Purwaukara, Smarandana diberi arti remen ing paweweh, berarti suka memberi.
            E). Dhangdhanggula diambil dari nama kata raja Kediri, Prabu Dhandhanggendis yang terkenal sesudah prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula diberi arti ngajeng-ajeng kasaean, bermakna menanti-nanti kebaikan.
            F). Durma dari kata jawa klasik yang berarti harimau. Sesuai dengan arti itu, tembangDurma berwatak atau biasa diguanakan dalam suasana seram.
            G). Mijil berarti keluar. Selain itu , Mijil ada hubungannya dengan Wijil yang bersinonim dengan lawang atau pintu. Kata Lawang juga berarti nama sejenis tumbuh-tumbuhan yang bunganya berbau wangi. Bunga tumbuh-tumbuhan itu dalam bahasa latin disebut heritiera littoralis.
            H). Kinanthi berarti bergandengan, teman, nama zat atau benda , nam bunga. Sesuai arti itu, tembang Kinanthi berwatak atau biasa digunakan dalam suasana mesra dan senang.
            I). Gambuh berarti ronggeng, tahu, terbiasa, nama tetumbuhan. Berkenaan dengan hal itu, tembang Gambuh berwatak atau biasa diguanakan dalam suasana tidak ragu-ragu.
            J). Wirangrong berarti trenyuh ( sedih ), nelangsa ( penuh derita ), kapirangu ( ragu-ragu). Namun dalam teks sastra, Wirangrong digunakan dalam suasana berwibawa.
             K). Jurudemung berasal dari kata juru yang berarti tukang, penabuh, dan demung yang berarti nama sebuah perlengkapan gamelan. Dengan demikian, Jurudemung dapat berarti penabuh gamelan. Dalam Serat Purwaukara, Jurudemung diberi arti lelinggir kang landep atau sanding (pisau) yang tajam.
            L). Girisa berarti arik (tenang), wedi (takut), giris (ngeri). Girisa yang berasal dari bahasa Sansekerta, Girica adalah nama dewa Siwa yang bertahta di gunung atau dewa gunung, sehingga disebut Hyang Girinata. Dalam Serat Purwaukara, Girisa diberi arti boten sarwa wegah, bermakna tidak serba enggan, sehingga mempunyai watak selalu ingat.
            M). Pucung adalah nama biji kepayang, yang dalam bahasa latin disebut Pengium edule. Dalam Serat Purwaukara, Pucung berarti kudhuping gegodhongan ( kuncup dedaunan ) yang biasanya tampak segar. Ucapan cung dalam Pucung cenderung mengacu pada hal-hal yang bersifat lucu, yang menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan kacung. Sehingga tembang Pucung berwatak atau biasa digunakan dalam suasana santai.
            N). Megatruh berasal dari awalan am, pega dan ruh. Pegat berarti putus, tamat, pisah, cerai. Dan ruh berarti roh. Dalam Serat Purwaukara, Megatruh diberi arti mbucal kan sarwa ala ( membuang yang serba jelek ). Pegat ada hubungannya dengan peget yang berarti istana, tempat tinggal. Pameget atau pamegat yang berarti jabatan. Samgat atau samget berarti jabatan ahli, guru agama. Dengan demikian, Megatruh berarti petugs yang ahli dalam kerohanian yang selalu menghindari perbuatan jahat.
            O). Balabak, dalam Serat Purwaukara diberi arti kasilap atau terbenam. Apabila dihubungkan dengan kata bala dan baka, Balabak dapat berarti pasukan atau kelompok burung Bangau. Apabila terbang, pasukan burung Bangau tampak santai. Oleh karena itu tembang Balabak berwatak atau biasa digunakan dalam suasana santai.

Sedangkan jika macapat itu di urutkan dari kehidupan manusia, maka akan menjadi sebagai berikut.
1.      Maskumambang yang memvisualisasikan “jabang bayi” yang masih ada di dalam kandungan ibunya, masih belum kelihatan jenis kelaminnya (bisa lelaki atau perempuan), “kumambang” mengandung arti hidupnya mengabang didalam perut ibunda nya .
2.       Mijil artinya sebuah kelahiran dari dalam perut ibunda nya, sudah jelas terlihat jenis kelaminnya.
3.      Kinanthi sendiri berasal dari kata “kanthi” atau tuntunan yang berarti di tuntun supaya bisa berjalan dalam kehidupan di alam dunia.
4.       Sinom mempunyai arti “kanoman” (kemudaan/usia muda), berarti adalah waktu luang pada masa muda untuk menimba ilmu sebanyak banyaknya.
5.       Asmaradana yang berarti perasaan asmara/cinta, perasaan saling menyukai yang sudah menjadi kodrat ilahi (perasaan lelaki dan perempuan).
6.       Gambuh berasala dari kata “jumbuh/sarujuk” (cocok) yang berarti sudah cocok kemudian dipertemukan antara pria dan wanita yang sudah memiliki perasaan asmara, agar menjadikan sebuah pernikahan.
7.       Dhandhanggula ini menggambarkan hidup orang tersebut sedang merasa senang senang nya, apa yang dicita citakan bisa tercapai, bisa memiliki keluarga, mempunyai keturunan, hidup berkecukupan untuk sekeluarga. Sebab itu dia merasa bergemira hatinya, bisa disebut lagu “dandhanggula”.
8.       Durma itu berasal dari kata “darma/weweh” (berdarma/memberikan sumbangan). Bila orang sudah merasa berkecukupan maka kemudian timbul rasa welas asihnya kepada sesama yang sedang ada masalah, sebab itu kemudian tibul persaan iba dan ingin memberikan sumbangan kepada semua, sebab itu memang sudah menjadi watak manusia yang ingin selalu berderma akibat dari welas asih hatinya.
9.       Pangkur berasal dari kata “mungkur” (mundur) yang berarti sudah memundurkan semua hawa napsunya, yang dipikirkan hanya berdarma kepada sesama mahluk .
10.  Megatruh berasal dari kata “megat roh” (melepaskan roh), roh atau nyawa sudah lepas dari badan jasadnya sebab sudah waktunya kembali ke tempat yang telah digariskan oleh Hyang Maha Kuasa.
11.  Pocung / Pucung yang menyimpan arti kalau sudah menjadi “lelayon”(mayat) badan jasad kemudian di pocong sebelum dikubur.
Macapat Sebagai Sarana Penataan Moral Peserta Didik
Dari kandungan – kandungan yang diisyaratkan macapat sangat menunjukan bagaimana seseorang itu harus menjalani hidup ini. Dari sinilah dapat dijadikan sarana pembentukan peserta didik. Pada umumnya pendidikan sekarang dimulai dari PAUD, namun macapat sendiri mulai diperkenalkan pada tingkat SD yang menjadi muatan lokal (mulok) SSD (Seni Suara Daerah). Pada mulanya SSD itu sudah terkandung dalam mata pelajaran Bahasa Daerah atau Bahasa Jawa, kemudian karena banyaknya materi yang harus disampaikan akhirnya macapat pun dipisahkan dari Bahasa Daerah atau Bahasa Jawa, sehingga menjadi SSD. Pengajaran SSD sendiri secara bertahap, yakni ketika anak didik SD masih duduk di kelas 1 dan 2, diajarkan tembang dolanan, seperti gundul – gundul pacul, menthok – menthok, pithik ku dsb. Pengajaran lagu – lagu dolanan ini juga beserta guru wilangannya.  
Tentu saja tembang dolanan ini bersifat ceria, sehingga dapat menjadikan peserta didik mempunyai kepribadian yang sumringah dalam bahasa jawa atau selalu bersemangat dan senang. Setelah menginjak kelas 3 SD sisiwa sudah mulai dukenalkan dengan tembang macapat. Tembang macapat yang diajarkan pada mulanya adalah sekar gambuh. Berikut ini lirik dari sekar gambuh.
Sekar gambuh ping catur,
Kang cinatur polah kang kalantur,
Tanpo tutur katula tula katali,
Kadaluwarso katutuh,
Kapatoh pan dadi awon.
Lirik dari sekar gambuh ini sangatlah sederhana, Namun pesan yang tersirat dari tembang sekar gambuh ini yang luar biasa. Tembang ini bersifat pepeling atau peringatan bagi umat manusia yang lebih ditekankan pada muda mudi. Jika diartikan ke bahasa Indonesia, maka akan menjadi seperti ini.
      Sekar gambuh ping catur  = ini adalah lagu gambuh yang ke empat
Kang cinatur polah kang kalantur = yang mengatakan kelakuan tanpa batas
Tanpo tutur katulo tulo katali = tanpa ada yang menasehati maka hidunya akan terus susah
Kadaluarso katutuh = semua yang sudah terlanjur terjadi
Kapatoh pan dadi awon = Sehingga masa depannya akan suram
Jika kita telaah kembali, tembang ini memberikan peringatan bagi manusia, agar selalu mengatur hidupnya, mendengarkan setiap nasehat agar menjadi manusia yang berguna di masa depannya. Dari sinilah guru yang mengajarkan mampu mengakumulasi pesan tersirat dari tembang tersebut. Sehingga peserta didik mampu mengaplikasikan pada keseharian mereka. Dalam pengajaran tembang macapat ini tentu saja peran guru sangatlah penting untuk dapat menyampaikan pesan dari tembang macapat. Pengajaran macapat pun didapatkan tidak hanya di SD saja, melainkan berlanjut sampai tingkat Sekolah Menengah Atas.
Ketika UAS pun SSD juga diikut sertakan baik itu berupa tes tulis maupun test praktek. Pengajaran macapat yang di perioritaskan sebagai sarana  pembentukan karakter peserta didik ini juga diperkenalkan oleh teknik pengajaran bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro. Jika sejak dini peserta didik diajarkan tentang budi pekerti, tata karma, aturan hidup seperti yang tersirat dalam tembang macapat. Maka ketika mereka sudah meraih cita – citanya ataupun sebagai seorang pemimpin, mereka akan menjadi orang yang terkontrol atau terdapat tolak ukur dalam melakukan suatu perbuatan.

Penutup
Macapat merupakan salah satu warisan budaya yang cukup popular di Nusantara. Sehingga macapat pun mampu menjadi muatan lokal di sekolah yang masuk dalam kurikulum pelajaran. Macapat sendiri memiliki pesan yang amat luhur untuk kehidupan manusa yang lebih tertata. Dengan demikian pengajaran macapat dijadikan sebagai sarana pembentukan karakteristik peserta didik. Agar di hari mendatang peserta didik mampu menjadi orang yang berguna bagi masyarakat nusa dan bangsa. Tentu saja sebagai manusia yang teratur dan terkontrol perbuatannya.










s

DAFTAR RUJUKAN
Hutomo, Suripan Sadi. 1991 . Nilai Budaya dalam Sastra Jawa. Jakarta: Proyek Penerbit Buku                  Sastra Indonesia dan Daerah
Sardjana, H.A. 1968. Tembang Macapat. Dalam Widyaparwa Nomor 1. Jogjakarta: Balai Penelitian Bahasa
Kaswardi, EM.K. 1993. Pendidikan Nilai Memasuki tahun 2000. Jakarta : PT.Grasindo
Hariyanto. 2004. Sejarah Kebudayaaan Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional Universitas                                        Negeri Malang
Klaten Online
www.klaten.go.id

Sabtu, 28 April 2012

Perkembangan Kehidupan Negaranegara Kerajaan Islam di Indonesia

Standar Kompetensi :
Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kompetensi dasar :
Menganalisis perkembangan kehidupan negara-negara kerajaan Islam di Indonesia.
Indikator :
Menganalisis munculnya negara-negara kerajaan Islam di Indonesia


KERAJAAN SAMUDRA PASAI

- Geografis
• Berdiri abad XII (1128 M) letak di Pasai dekat Selat Malaka dan sangat strategis dilewati jalur perdagangan, disinggahi para pedagang.

- Politik
• Raja-raja yang pernah berkuasa
• Nazamudin Al Kamil (1128 M) seorang laksamana laut Mesir yang berhasil merebut Gujarat
• Sultan Malikul Saleh (1207 M) berhasil mengalahkan dinasti Fatimah dan datang ke Pasai.
• Sultan Malikul Thahir (1297 M) Pasai mendapat sangat dari kerajaan Malaka.

- Ekonomi
• Pasai merupakan urat nadi pelayaran dan perdagangan internasional sehingga Pasai mendapat bea cukai kapal-kapal pedagang dan menyediakan barang-barang hasil bumi.

- Sosial budaya
• Pasai sering disebut “Serambi Mekah” dengan adat istiadat yang mirip dengan adat Mekkah dengan budaya yang terkenal berupa batu nisan, masjid, kaligrafi, dll.

KERAJAAN ACEH

- Geografis
• Berdiri abad XVII (1637 M) letak di Aceh yang strategis jalur persimpangan jalan perdagangan dunia.

- Sistem birokrasi :
• Sultan sebagai penguasa tertinggi. Wilayah kesultanan Aceh dibagi menjadi :
• Tiga wilayah sagi yang diperintah seorang Panglima Sagi disebut Hulubalang Besar
• Wilayah pusat atau distrik yang memiliki otonomi daerah dipimpin Hulubalang (Uleebalang)

- Politik
• Raja-raja yang pernah berkuasa antara lain :
• Sultan Ali Mughayat Syah (1514 – 1529 M) melakukan ekspansi ke Sumatera Utara.
• Sultan Salahudin (1528 – 1537 M) Aceh mengalami kemunduran karena raja tidak memperhatikan pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat.
• Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar (1537 – 1568 M) mengadakan reformasi politik, ekonomi, dan ekspansi.
• Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M) mengalami zaman kejayaan dan banyak para pedagang yang singgah.
• Sultan Iskandar Tani (1636 – 1341 M) diganti oleh permaisurinya.

- Ekonomi :
• sebagai penghasil rempah-rempah yang dibutuhkan oleh para pedagang dari luar sehingga mendapatkan devisa yang cukup tinggi.

- Sosial budaya dan seni
• Kehidupan masyarakat terdapat dua kelompok yakni :
• Teuku : bangsawan Islam
• Tengku : orang yang ahli tentang ajaran Islam
• Peninggalan budaya seni bangunan masjid yaitu Baiturrahman dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda.
• Keruntuhan Aceh
• Tidak ada Sultan yang kuat untuk mengendalikan Aceh
• Munculnya pertikaian yang terus menerus antara Teuku dan Tengku
• Daerah kekuasaannya saling melepaskan diri

KERAJAAN MALAKA

- Geografis
• Berdiri abad XIV (1396 M), letaknya di Malaka sebagai pusat perdagangan dan pelayaran.

- Politik
• Raja-raja yang berkuasa :
• Iskandar Syah (1414 – 1424 M) nama kecilnya Paramisora.
• Pangeran Kerajaan Majapahit yang lari dari Blambangan ke Tumasik (Singapura). Pada saat perang Paregreg, Paramisora masuk Islam dan bergelar Iskandar Syah.
• Muhammad SAW Iskandar Syah
• Ekspansi ke Semenanjung Malaka dengan menguasai jalur ekspansi Selat Malaka sehingga berhasil menjadi negara maritim.
• Mudzafar Syah (1424 – 1458 M) ekspansi ke Pahang, Indra Giri, Kempar dan sekitarnya.
• Sultan Mansyur Syah (1458 – 1477 M) mencapai zaman kejayaan dan menjadi pusat penyebaran Islam.
• Sultan Alauding Syah (1477 – 1488 M) raja kurang cakap sehingga Malaka mengalami kemunduran.
• Sultan Muhammad SAW Syah ( 1488 – 1511 M) Malaka semakin lemah dan berhasil dikuasai oleh Portugis di bawah Alfonso d’ Al Bequerque.

- Ekonomi
• Malaka sebagai penguasa jalur perdagangan Asia mendapat upeti dan bea cukai dari para pedagang yang singgah dan telah menetapkan UU pelayaran untuk mengatur para pedagang yang berlayar.

- Sosial Budaya
• Masyarakat hidup dari dunia maritim, agamis, dan perdagangan cenderung hidup secara individualis. Hasil budaya berupa sastra yang menceritakan tentang kepahlawanan yakni : Hang Tuah, Hang Lekir, dan Hang Jebat.

KERAJAAN ISLAM TERTUA DI JAWA

KERAJAAN DEMAK (1475 – 1568)

- Geografis
Letak pantai utara Jawa Tengah sebelumnya bernama Bintoro (Kabupaten)

- Politik
Raja yang berkuasa
Raden Patah (Sultan Alam Akbar Al Fattah) 1500 – 1518 M dari keturunan Brawijaya V yang melepaskan diri dari Majapahit tahun 1500 M.
Patiunus (Pangeran Sabrang Lor) 1518 – 1521 M.
Sultan Trenggono 1521 – 1546 jaman kejayaan Demak. Sepeninggal Trenggono terjadi perang saudara antara Aryo Penangsang (Putera Pangeran Sekar Seda Lepen) melawan keturunan Sultan Trenggono (Pangeran Prawoto) yang dibantu Adiwijaya.
- Ekonomi
Demak menguasai wilayah pedalaman (agraris) dan wilayah pesisir yang merupakan pelabuhan dagang yang ramai.

- Sosial budaya
Masyarakat hidup bertani, berdagang, kalangan bangsawan hidup secara feodal. Untuk mengatur kehidupan bernegara dibuat undang-undang dan hukum yang berdasarkan Islam.
Peranan ulama sangat besar dalam pemerintahan Kerajaan Demak perdagangan pelayaran berkembang pesat.

KERAJAAN PAJANG (1568 – 1586 M)

- Geografis
Di pantai utara pulau Jawa wilayahnya meliputi wilayah Demak, dikurangi Banten dan sebagian wilayah pesisir Jawa Timur.

- Politik
Raja-raja yang berkuasa :
Hadiwijaya (Mas Karebet, Joko Tingkir) 1568 – 1582 ia mengalahkan Arya Penangsang kemudian memindahkan pusat pemerintahan di Pajang.
Pangeran Benowo (Putera Hadiwijaya) 1582.
Masa ini terjadi perebutan tahta dengan putera P. Prawoto (Demak) dengan bantuan Sutawijaya Demak dapat dikalahkan oleh Pajang kemudian kekuasaan diserahkan kepada Sutawijaya.

- Sosial Budaya
Masyarakatnya petani, pedagang dan pelaut, agama Islam menjadi agama mayoritas, peranan ulama sangat besar dalam pemerintahan Pajang.

KERAJAAN MATARAM ISLAM

- Geografis
• Letak di sekitar Kotagede Yogyakarta. Mataram adalah daerah perdikan yang dihadiahkan oleh Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pemanahan. Setelah Ki Ageng Pemanahan Wafat Pemerintahan di Mataram dipegang oleh Sutawijaya (puteranya).

- Politik
• Raja-raja yang berkuasa :
• Sutowijoyo (Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo) 1585 – 1601
• Mas Jolang (Panembahan Seda Krapyak) 1601 – 1613
• Mas Rangsang (Sultan Agung Hanyokrokusumo) 1613 – 1645
• Amangkurat I (Pangeran Tegal Arum) 1645 – 1677
• Amangkurat II (Adipati Anom) 1679 – 1704
• Amangkurat III (Sunan Mas) 1704 tidak mendapat dukungan VOC
• Paku Buwono I (Pangeran Puger) 1719 – 1719
• Amangkurat IV (Sunan Prabu) 1719 – 1727
• Paku Buwono IIPerjanjian Giyanti, 13 Pebruari 1755
• Paku Buwono III
• Mataram Surakarta
• Hamengkubuwono I
• (Mataram Yogyakarta)Perjanjian Salatiga, 1757 (Mas Sa’id, Pangeran Samber Nyowo)
• Paku Buwono III
• Mangkunegoro I
• (Mangkunegaran)

- Ekonomi
Masyarakat hidup agraris dan perdagangan.

- Sosial Budaya
Lapisan masyarakat terdiri dari golongan bangsawan (feodal) dan rakyat, hasil budaya Jawa berkembang sejalan dengan perkembangan Islam (Kejawen).
Sistem birokrasi
kekuasaan tertinggi dipegang sultan (raja) yang dibantu oleh pejabat kerajaan dengan tugas-tugas tertentu. Jabatan yang berada dibawah raja dibagi menjadi sebagai berikut :
Pemerintahan Lebet, yaitu pemerintahan di dalam istana
Pemerintahan lebet dijabat oleh pejabat tinggi kerajaan yang bergelar Patih Lebet (patih dalam). Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh wedana dengan tugas masing-masing. Tahun 1755 patih lebet dihapus dan diganti Tumenggung.
Pemerintahan Jawi, yaitu pemerintahan di luar istana.
Diperintah oleh Wedana Jawi, pemerintahan manca negara dikepalai oleh seorang Bupati / Adipati sebagai kepala daerah dan bertanggung jawab kepada raja.

KERAJAAN BANTEN


- Geografis
• Letak di ujung barat Pantai Utara Jawa, jalur Selat Sunda.

- Politik
• Raja-raja yang berkuasa :
– Hasanuddin (1550 – 1570 M)
– Panembahan Yusuf (570 – 1579 M)
– Maulana Muhammad SAW (1579 – 1596 M)
– Abu Mufakir (1596 – 1651 M)
– Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1692 M)
– Sultan Haji (1671 M)

KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI DAN MALUKU

KERAJAAN GOA TALLO

- Geografis
Kerajaan Goa dan Tallo adalah dua kerajaan yang berintegrasi menjadi kerajaan Makasar dengan wilayah meliputi Bone, Wajo, Sopeng dan Luwu.

- Politis
Raja yang pernah berkuasa :
Raja Goa : Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin yang diangkat menjadi Raja Makasar.
Raja Tallo : Karaeng Matoaya bergelar Sultan Abdullah sebagai Mangkubumi di Makasar.
Alaudin (1571 – 1638 M), mulai menata pemerintahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sultan Hasanuddin (1638 – 1667 M) ekspansi ke Sumbawa, Flores dengan keberaniannya Hasanuddin dijuluki “Ayam jantan dari Timur”. Hasanuddin selalu berusaha mengusir Belanda sehingga Belanda meminta bantuan raja Bone. Akhirnya Makasar dapat ditekan dan menandatangani perjanjian Bongaya 1667 M, dengan isi :
VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makasar
Makasar melepaskan Bone
Makasar menyerahkan benteng kepada VOC
Arupalaka sebagai raja Bone
Mapasomba 1667 M, dipercaya untuk mengendalikan Makasar namun sifatnya lebih keras dari ayahnya maka Belanda menghancurkannya dan nasibnya tidak diketahui.

- Ekonomi
Makasar menjadi tempat persinggahan para pedagang internasional dengan pelabuhannya Somba Opu. Untuk mengatur pelayaran dibuatkan UU Pelayaran dan perniagaan yang disusun berdasarkan keislaman karya, Ammana Gapa berupa “Ade Loping Bicaranna Pabbahi’e”

- Sosial Budaya
Raja sangat memperhatikan kehidupan masyarakat dengan berpegang bahwa lautan semua ciptaan Tuhan untuk kita semua, maka harus dikelola dan dimanfaatkan. Budaya yang sangat terkenal adalah pembuatan perahu pinisi yang tersiar sampai ke manca negara.
Sistem birokrasi
Kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja. Sebutan untuk raja dapat ditemukan dari beberapa suku tradisional yang bersifat kronik yang memuat silsilah raja. Kitab tersebut antara lain sebagai berikut :
Lontara memuat silsilah raja-raja Toraja
Lagaligo memuat silsilah raja-raja Bugis
Raja Gowa bergelar Sombayari Gowa (disembah).
Raja Lawu bergelar Pajungeri Luwu (berpayung atau yang dipayungi)
Raja Bone bergelar Mangkau’e (tahta)
Pabbicarabutta yang dibantu oleh :
Tumailalang Matowa bertugas menyampaikan perintah raja kepada majelis
Tumailalang Malolo bertugas mengurus istana
Panglima perang bergelar Aurong Guru Lompona Tumakajannanganang.

KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE

- Geografis
• Berdiri 1521 M. letak di Maluku merupakan dua kerajaan Islam yang besar.

- Politik
• Ternate memimpin Uli Lima (lima persekutuan / lima saudara). Tidore memimpin Uli Siwa (9 persekutuan / sembilan saudara).
• Sultan Hairun (1550 – 1570 M) menentang politik monopoli Portugis, setelah Portugis mendirikan Benteng Santo Paolo dalam peresmiannya mengundang Sultan Hairun namun di tengah perjalanan dibunuh portugis.
• Sultan Baabullah (1570 – 1583 M) diberi julukan tuan 72 pulau, Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate dan pada tahun 1640 ke Timor Timur setelah diusir VOC

- Ekonomi
• Wilayah Maluku sebagai penghasil cengkeh untuk obat-obatan, bumbu masak, pertanian menghasilkan beras, kacang dan rempah-rempah.

- Sosial Budaya
• Masyarakat menganut dua agama yaitu Islam dan Kristen sehingga mudah dipecah belah dan diadu domba. Contoh hasil budaya fisik berupa masjid Ternate, Istana Kerajaan.